Misteri Desa Trunyan di Bali

Posted On // Leave a Comment

Trunyan adalah nama desa yang terdapat di Danau Batur, Kintamani, Bali dan kaki Bukit gunung Abang. Trunyan sebagai desa kuno dan dianggap sebagai desa Bali Aga atau Bali asli. Di desa Trunyan ini terdapat adat pemakaman yang cukup unik. . Warga yang telah meninggal jenasahnya dimakamkan di atas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah.
Jenasah hanya dipagari bambu anyam secukupnya. Uniknya setelah berhari - hari walaupun tidak dibalsem, jenasah tersebut tidak menyebarkan bau busuk.Adat Desa Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Inilah yang sering dikunjungi para wisatawan yang ingin melihat mayat yang tidak di kubur tetapi tidak menimbulkan bau busuk,tetapi bau harum pohon Taru Menyan. Dari 7 liang lahat itu dan jika semua liang lahat sudah penuh dan ada lagi jenasah baru yang akan dikubur jenasah yang lama dinaikkan dari lubang/ dan jenasah yang baru akan menempati lubang tersebut.Jenasah lama akan diatur begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget jika di Sema Wayah berserakan tengkorak manusia yang yang tidak boleh ditanam maupun dibuang. Biasanya tengkoraknya disusun begitu rapi, tetapi yang masih belum kering biasanya berada didepan 7 liang lahat, jadi anda berhati-hati menginjaknya.
Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.


Penjelasan mengapa mayat yang menggeletak begitu saja di sema itu tidak menimbulkan bau padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut ini disebabkan pohon Taru Menyan tersebut, yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

Perjalanan ke lokasi kurang lebih memakan waktu 20 menit dengan perahu motor dari pinggir danau. Biasanya ditawarkan Rp.200 ribu sampai Rp.400 ribu tergantung banyaknya rombongan tapi anda harus hati-hati, banyak calo dan guide yang suka meminta lebih(tambahan) uang ketika anda sampai disana dan perjalanan pulangnya ke pinggir danau.
Selamat menikmati wisata di desa Trunyan

0 komentar:

Posting Komentar