Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya

Posted On // Leave a Comment

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan 
membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah 
ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya 
dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari 
penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum
bunga yang paling indah di dunia.


Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak
laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, 
seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya
untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah 
nak, aku tidak lapar" ---------- KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA


Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu 
senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap 
dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi 
untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar 
dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk di 
sampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang 
yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu 
seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan 
memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia 
berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" ---------- 
KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA


Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, 
ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk 
ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk 
menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari 
tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan 
gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata 
:"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu 
tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" ---------- 
KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA


Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi 
ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang
tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa 
jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, Ibu 
dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam 
botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat 
dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu 
yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil 
menyuruhnya minum. Ibu berkata : "Minumlah nak, aku tidak haus!" 
---------- KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT


Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap 
sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia
harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun 
semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi 
keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang 
tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun 
masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita
yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. 
Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, 
ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" ----------KEBOHONGAN IBU YANG 
KELIMA


Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan 
bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak 
mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di 
luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi 
kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. 
Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya duit" 
----------KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM


Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian 
memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat 
sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di 
perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa 
ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, 
bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak 
terbiasa" ----------KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH


Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, 
harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra 
atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku 
melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani 
operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh 
kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku 
karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu 
menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. 
Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit 
sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan 
tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan" 
----------KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.


Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.


Dari cerita di atas, saya percaya teman-teman sekalian pasti merasa 
tersentuh dan ingin sekali mengucapkan : " Terima kasih ibu ! " Coba 
dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu 
kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk 
berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang 
padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan 
ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada
di rumah.


Jika dibandingkan dengan pacar kita, kita pasti lebih peduli dengan 
pacar kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pacar kita, cemas 
apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di 
samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari 
ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah 
ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba 
kita renungkan kembali lagi. Di waktu kita masih mempunyai kesempatan 
untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik. Jangan sampai 
ada kata "MENYESAL" di kemudian hari`.

0 komentar:

Posting Komentar